MAKALAH
SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI
HIPERBILIRUBIN
KELOMPOK
TIGA :
AHMAD ADI
MAULAYA ZULFA F.
M. ILHAM
NINGSIH
NURUL ISTOQOMAH
RINDA BADI NOVTARI
SILFI RUSDIANA
SULISTYORINI
WAHYU NILAM
ZACKA LUTFI MUBAROK
PROGRAM
STUDI KEPERAWATAN
STIKES
NGUDI WALUYO
UNGARAN
2014
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dengan baik yang berjudul “Makalah Penyakit Hiperbilirubin“ makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas dan diajukan untuk memenuhi standar proses
pembelajaran pada mata kuliah Sistem Imunitas dan Hematologi.
Meskipun
telah berusaha segenap kemampuan, namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih
belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
dari semua pihak demi perbaikan di hari kemudian.
Akhir
kata, penyusun berharap makalah semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam
proses pembelajaran di Fakultas Ilmu Keperawatan.
Ungaran,
19 Septemner 2014
Penysun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Ikterus
terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80%
bayi kurang bulan. Ikterus merupakan salah satu penyakit yang berkaitan dengan
sistem imun. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang
dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap
bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan
dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5
mg/dl dalam 24 jam.
Proses
hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu
serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan
kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan
ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat
dihindarkan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan hiperbilirubin ?
1.2.2 Apakah yang menjadi penyebab terjadinya
hiperbilirubin ?
1.2.3 Bagaimana manifestasi klinis penyakit
hiperbilirubin?
1.2.4 Bagaimana komplikasi yang terjadi pada penyakit
hiperbilirubini?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit
hiperbilirubin, ?
1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit
hiperbilirubin?
1.2.7 Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan pada penyakit
hiperbilirubin?
1.2.8
Bagaimana proses asuhan keperawatan pada penyakit hiperbilirubin?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui deskripsi tentang definisi
hiperbilirubin.
1.3.2 Untuk mengetahui deskripsi tentang penyebab
terjadinya hiperbilirubin.
1.3.3 Untuk mengetahui gambaran tentang manifestasi
klinis penyakit hiperbilirubin.
1.3.4Untuk mengetahui
gambaran tentang komplikasi yang terjadi pada penyakit hiperbilirubin.
1.3.5 Untuk mengetahui gambaran tentang
patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin.
1.3.6 Untuk mengetahui deskripsi tentang
pemeriksaan penunjang pada penyakit hiperbilirubin.
1.3.7 Untuk mengetahui gambaran tentang
penatalaksanaan penyakit hiperbilirubin.
1.3.8 Untuk mengetahui gambaran tentang proses
asuhan keperawatan pada bayi dengan
penyakit hiperbilirubin.
BAB II
PEMBAHASAN
1. HIPERBILIRUBIN
A.
DEFINISI
Hiperbilirubin
adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir, yang dimaksud dengan
ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah meningginya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskuler sehingga terjadi perubahaan warna menjadi kuning
pada kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya. (Ngastiyah,
2000) Nilai normal: bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1
– 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubin
merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50% neonatus cukup bulan dan
lebih tinggi pada neonatus kurang bulan). (IKA II, 2002).
Hiperbilirubin
adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari
normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar
bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
Hiperbilirubin adalah suatu
keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan
joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah
kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar
tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince
pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah
peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh
kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia
adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum,
1991:314)
B. METABOLISME
BILIRUBIN
75%dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari
penghancuran hemoglobin ,dan 25%dari mioglobin ,sitokrom ,katalase dan tritofan
pirolase .satu gram bilirubin yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin .bayi
cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak satu gram/hari dalam bentuk
bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan
mengikat 16 mg bilirubin). Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila sawar
otak terbuka, bilirubin akan masuk kedalam otak dan terjadilah kernikterus. yang
memudahkan terjadinya hal tersebut ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma
lahir, BBLR (kurang dari 2500 gram), infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia.didalam
hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil transverse menjadi
bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi kesistem empedu,
selanjutnya masuk kedalam usus dan menjadi sterkobilin. sebagian di serap
kembali dan keluar melalui urin sebagai urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi
bilirubin indirek didalam usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang
berperan penting terhadap perubahan tersebut. bilirubin indirek ini diserap
kembali oleh usus selanjutnya masuk kembali ke hati (inilah siklus
enterohepatik).
Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
a) Faktor produksi yang berlebihan melampaui
pengeluaran nya terdapat pada hemolisis yang meningkat seperti pada
ketidakcocokan golongan
darah (Rh,
ABO antagonis,defisiensi G-6-PD dan sebagai nya).
b) Gangguan dalam uptake dan konjugasi hepar di
sebabkan imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi (mengubah)
bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis,hipoksia, dan infeksi atau
tidak terdapat enzim glukuronil transferase (G-6-PD).
c) Gangguan tranportasi bilirubin dalam darah
terikat oleh albumin kemudian di angkut oleh hepar. Ikatan ini dapat di
pengaruhi oleh obat seperti salisilat dan lain-lain. Defisiensi albumin menyebabkan
lebih banyak bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat pada
otak (terjadi krenikterus).
d) Gangguan dalam ekskresi
akibat sumbatan dalam hepar atau di luar hepar. Akibat kelainan bawaan atau
infeksi, atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
C.
KLASIFIKASI
Terdapat
2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
Ikterus fisiologi
Ikterus
fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta
tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena
ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
1.
Timbul pada hari kedua dan ketiga
2.
Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
3.
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4.
Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5.
Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6.
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
Ikterus Patologi
Ikterus
patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya
sebagai berikut:
1.
Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada
neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.
3.
Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4.
Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
5.
Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6.
Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
(Arief ZR, 2009. hlm. 29)
D.
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
A. Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat
berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Pembentukan bilirubin yang
berlebihan.
2.
Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3.
Gangguan
konjugasi bilirubin.
4.
Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut juga
ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan
tertutup.
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti :
infeksi toxoplasma. Siphilis.
7. Penyebab
ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor:
8. Produksi
yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi
untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas
darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
9. Gangguan
proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini
dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar)
penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
“uptake” bilirubin ke sel hepar.
10. Gangguan
transportasi.
Bilirubin
dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan
sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
11. Gangguan
dalam ekskresi.
Gangguan ini
dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar
hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
B. Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin
antara lain:
Faktor
Maternal
_
Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
_
Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
_
_Penggunaan infus
oksitosin dalam larutan hipotonik.
_
ASI
Faktor
Perinatal
_
Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
_
Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
Faktor
Neonatus
_
Prematuritas
_
Faktor genetic
_
_Polisitemia
_
_Obat
(streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
_
_Rendahnya asupan
ASI
_
_Hipoglikemia
_
_Hipoalbuminemia
E. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin
serumnya kira-kira 6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat
penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan
warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk)
memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya
dapat ditemukan pada ikterus yang berat(Nelson, 2007).
Gambaran
klinis ikterus fisiologis:
a) Tampak pada hari 3,4
b) Bayi tampak sehat(normal)
c) Kadar bilirubin total <12mg%
d) Menghilang paling lambat 10-14 hari
e) Tak ada faktor resiko
f)Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi
fisiologis)(Sarwono et al, 1994)
Gambaran
klinik ikterus patologis:
a) Timbul pada umur <36 jam
b) Cepat berkembang
c) Bisa disertai anemia
d) Menghilang lebih dari 2 minggu
e) Ada faktor resiko
f) Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)
Menurut Surasmi (2003) gejala
hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1. Gejala
akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus
adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala
kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis
serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata
dan displasia dentalis).
Sedangakan
menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit,
membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin
darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
Sedangakan
menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane
mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah
mencapai sekitar 40 μmol/l.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi
yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu keruskan
otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala
klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi,
mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang
tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu dapat juga
terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia.
G.
PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi
dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan
besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin
heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk
yang tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan
ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air.
Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit
melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat
bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut
masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin
diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah
menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen
direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya
kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam
empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi
sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air
bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan
muncul pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru
lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia
dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal
untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk
mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya
kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam
darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl),
senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.
Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pemeriksaan bilirubin serum
a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari
14mg/dl tidak fisiologis.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan
untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada
pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk
membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk
memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan
obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan
keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
5. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk
memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada
pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini
I. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan
pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai
tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit
Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus
Albumin dan
Therapi Obat.
Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or
bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan
diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk
ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis
dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Tranfusi Pengganti
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or
bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan
diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk
ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis
dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Tranfusi Pengganti
Transfusi
Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer
anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit
Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit
Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes
Coombs Positif
5. Kadar
Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum
Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin
kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi
dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada
resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk
:
1. Mengatasi
Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah
untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4.
Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan
transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
Therapi Obat
Phenobarbital
dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA
BAYI HIPERBILIRUBIN
Untuk memberikan
keperawatan yang paripurna digunakan proses
keperawatan yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi.
keperawatan yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi.
A.
Pengkajian
1.
Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu
dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia,
Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
a)Riwayat kehamilan dengan
komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi
intranatal)
b)Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c)Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar
pada bayi sebelumnya
d)Riwayat inkompatibilitas darah
e)Riwayat
keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa(Etika et al, 2006).
2.
Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi,
Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui
yang lemah, Iritabilitas.
yang lemah, Iritabilitas.
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir
atau setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar
yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak
terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit
gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang
mendapatkan terapi sinar(Etika et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis,
mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer(1969).
Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya
menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan
akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing
tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar
bilirubinnya(Mansjoer et al, 2007).
Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer
Zona indirek Bagian tubuh
yang kuning Rata-rata
serum bilirubin
1 Kepala
dan leher 100
2 Pusat-leher 150
3 Pusat-paha 200
4 Lengan+Tungkai 250
5 Tangan+Kaki >250
Tabel 2.1 Derajat ikterus pada neonatus
menurut Kramer
Sumber:Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi ш Media
Aesculapius FK UI.2007:504
Waktu timbulnya ikterus
mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita
karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab
ikterus tersebut(Etika et al, 2006).
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit
anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab
penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal
keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)
keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan Yang Mungkin Muncul :
1.
Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan defikasi sekunder
fototherapi.
2.
Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek
fototerapi.
3. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek
fototerapi.
4.
Gangguan parenting ( perubahan peran orang tua ) berhubungan dengan perpisahan
dan penghalangan untuk gabung.
5. Kecemasan
meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
6. Risiko
tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
7. Risiko
tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit, infeksi)
berhubungan dengan tranfusi tukar.
8. PK
: Kern Ikterus
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1.
Risiko /defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan serta
peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi deficit volume cairan dengan
kriteria :
-
Jumlah intake dan output seimbang
-
Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal
- Penurunan
BB tidak lebih dari 10 % BBL
Intervensi
& Rasional :
a.
Kaji reflek hisap bayi
( Rasional/R : mengetahui kemampuan
hisap bayi )
b.
Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
(R: menjamin keadekuatan intake )
c.
Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces
( R : mengetahui kecukupan intake )
d.
Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam
(R : turgor menurun, suhu meningkat
HR meningkat adalah tanda-tanda dehidrasi )
e.
Timbang BB setiap hari
(R : mengetahui kecukupan cairan dan
nutrisi).
2.
Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi hipertermi dengan kriteria
suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0 C.
Intervensi dan rasionalisasi :
Intervensi dan rasionalisasi :
a. Observasi
suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam
(R : suhu terpantau secara rutin )
b. Matikan
lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan kompres dingin serta
ekstra minum
( R : mengurangi pajanan sinar
sementara )
c. Kolaborasi
dengan dokter bila suhu tetap tinggi
( R : Memberi terapi lebih dini atau
mencari penyebab lain dari hipertermi ).
3.
Risiko /Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek
fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit
dengan kriteria :
·
tidak
terjadi decubitus
·
Kulit bersih
dan lembab
Intervensi :
a.
Kaji warna kulit tiap 8 jam
(R : mengetahui adanya perubahan
warna kulit )
b.
Ubah posisi setiap 2 jam
(R : mencegah penekanan kulit pada
daerah tertentu dalam waktu lama ).
c.
Masase daerah yang menonjol
(R : melancarkan peredaran darah
sehingga mencegah luka tekan di daerah tersebut ).
d.
Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab
( R : mencegah lecet )
e.
Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin turun
menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan
(R: untuk mencegah pemajanan sinar
yang terlalu lama )
4.
Gangguan parenting ( perubahan peran orangtua) berhubungan dengan perpisahan
dan penghalangan untuk gabung.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku
“Attachment” , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses
Bounding.
Intervensi :
a.
Bawa bayi ke ibu untuk disusui
( R :
mempererat kontak sosial ibu dan bayi )
b.
Buka tutup mata saat disusui
(R: untuk
stimulasi sosial dengan ibu )
c.
Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya
(R:
mempererat kontak dan stimulasi sosial ).
d.
Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan
( R:
meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi ).
e.
Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya
(R:
mengurangi beban psikis orangtua)
5.
Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
Tujuan : Setelah diberikan
penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orang tua menyatakan mengerti tentang
perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan.
Intervensi :
Intervensi :
a.
Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien
( R : mengetahui tingkat pemahaman
keluarga tentang penyakit )
b.
Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya
( R : Meningkatkan pemahaman tentang
keadaan penyakit )
c.
Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah
(R : meningkatkan tanggung jawab dan
peran orang tua dalam erawat bayi)
6.
Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi injury akibat fototerapi (
misal ; konjungtivitis, kerusakan jaringan kornea )
Intervensi :
a.
Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya
( R : mencegah iritasi yang
berlebihan).
b.
Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan daerah genetal
serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya usahakan agar
penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir
(R : mencegah paparan sinar pada
daerah yang sensitif )
c.
Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8
jam
(R: pemantauan dini terhadap
kerusakan daerah mata )
d.
Buka penutup mata setiap akan disusukan.
( R : memberi kesempatan pada bayi
untuk kontak mata dengan ibu ).
e.
Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan
( R : memberi rasa aman pada bayi ).
7.
Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusi tukar
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama 1x24 jam diharapkan tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa
komplikasi
Intervensi :
a.
Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan
(R : menjamin keadekuatan akses
vaskuler )
b.
Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan
( R : mencegah trauma pada vena
umbilical ).
c.
Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan
(R: mencegah aspirasi )
d.
Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur
( R : mencegah hipotermi
e.
Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan ditranfusikan
adalah darah segar
( R : mencegah tertukarnya darah dan
reaksi tranfusi yang berlebihan 0
f.
Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan dan elektrolit,
kejang
selama dan sesudah tranfusi
selama dan sesudah tranfusi
(R : Meningkatkan kewaspadaan
terhadap komplikasi dan dapat melakukan tindakan lebih dini )
g.
Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif
(R : dapat melakukan tindakan segera
bila terjadi kegawatan )
8.
PK Kern Ikterus
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tanda-tanda awal kern ikterus bisa
dipantau
Intervensi :
a.
Observasi tanda-tanda awal Kern Ikterus ( mata berputar, letargi , epistotonus,
dll)
b.
Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda kern ikterus.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Hiperbilirubin
adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg %
pada minggu pertama yang ditendai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ
lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan
kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Hiperbilirubin
ini keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulan dan lebih
tinggi pada neonates kurang bulan).
Hiperbilirubin ini berkaitan erat
dengan riwayat kehamilan ibu dan prematuritas. Selain itu, asupan ASI pada bayi
juga dapat mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah.
Diagnosa keperawatan pada penderita
hiperbilirubin, antara lain:
_ Gangguan Integritas Kulit
berhubungan dengan joundice yang ditandai dengan kulit wajah dan dada tampak
kuning.
_ Resiko Intoleransi Aktifitas
berhubungan dengan penurunan perfusi O2 ke jaringan.
_ Resiko Gangguan Intake Nutrisi
berhubungan dengan penurunan suplai nutrisi ke jaringan.
_ Resiko Gangguan Tumbuh Kembang.
Dalam
melaksanakan tindakan keperawatn, perawat juga harus menerapkan universal
precaution agar keselamatan penderita dan perawat dapat terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Repository. usu. ac. id/ bitstream /123456789/37957/4/Chapter
II.pdf
http://www.docstoc.com/myoffice/recommendations?docId=48037619&download=1
http://www.klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubinemia3.html.